Barangkali Kamu Ingin Mengetahui
Ada
perkara yang belum sempat aku katakan padamu. Maksudku, belum saatnya. Perkara
yang mungkin menjadi gumpalan pertanyaan disetiap sudut kepalamu, yang mungkin
menjadi pengganggu waktu terlelapmu di malam hari, atau mungkin menjadi
perkara yang masih tidak bisa dicerna dengan nalarmu. Segala perkara tidak
terduga, rasanya memang berpusat kepadaku. Kita yang belum sempat sungguh-sungguh menjadi kita, yang telah terlalu dini menyatakan keikhlasan tentang waktu belum
berpihak kepada kita, adalah perkara yang disebabkan oleh perkara diriku.
Dari
rangkaian kata ini, barangkali kamu ingin mengetahui perkara apa yang sudah
dengan lancangnya aku sebabkan, hingga akhirnya menjadi penghambat kita dalam menuju waktu yang amat sangat dinantikan. Singkatnya, akan aku ceritakan
melalui rangkaian kata ini. Sebelumnya, aku tidak berani, atau maksudku, aku belum berani
untuk memulai kembali dan membahas perkara yang terbilang akulah penyebab waktu
belum berpihak kepada kasih yang sempat berkisah. Bukan maksudku menyerah atau tidak ingin
lagi, tapi, biarkan saja do’a-do’a itu yang senantiasa melebur dengan semesta
untuk menjadi penjaga kisah serta kasih diantara aku dan kamu ; Kita.
Perkara
ini, hanya sebagian atau bahkan mungkin sebagian dari sebagian yang berani aku ungkapkan.
Barangkali kamu berkunjung, menyempatkan waktu bernafasmu untuk sekadar membaca
rangkaian kata ini dan membacanya hingga usai, kamu boleh memberitahuku.
Seperti biasa yang kamu lakukan ; mengabariku jika sudah membaca rangkaian kata
yang aku buat. Atau jikapun tidak, tak mengapa. Sebab, akan selalu ada racikan semesta yang muaranya tak pernah terduga.
```
Tentang
perkara, jadi begini…
Bukannya aku tidak ingin lagi menyambut matahari dengan salam manismu disetiap pagiku
Bukannya aku tidak ingin lagi menjalani hari-hari dengan ujaran semangat tanpa henti
darimu
Bukan
pula aku tidak ingin lagi memeluk selimut ceritamu yang menjadi penghangat
disetiap malamku
Bukannya aku tidak ingin lagi. Bukan.
Ada perkara
yang aku khawatirkan, yang bermuasal dari dalam diriku. Perkara yang berusaha aku redam, ketika menjalani hari bersamamu masih terasa damai.
Perkara,
Aku belum benar-benar bisa menyediakan waktuku
untukmu
Aku belum benar-benar bisa membagi waktuku
untukmu
Aku belum benar-benar bisa menjumpaimu
disela-sela waktuku
Aku belum benar-benar bisa menjadi untukmu
Dan, kamu belum benar-benar bisa aku temani
Beberapa
perkara itu menggiringku menuju jalur yang perlahan membawaku tersesat dan
tidak menuju intimu.
Jujur Aku katakan,
Aku tidak ingin memberikan waktuku sebagian
atau bahkan sebagian dari sebagian waktuku untukmu
Aku tidak ingin menjadikanmu yang berperan
sendirian dalam menyisihkan waktu
Aku tidak ingin menjadikanmu pemeran yang
berkisah sendirian
Sejenak
terlintas alunan penyair, “harapanku
bersamamu biarlah menjauh, mungkin kita akan bertemu di lain waktu, di alam yang
baru”. Lintasan itu yang kembali mengingatkanku, bahwa untuk bersamamu
adalah perkara untuk terlebih dahulu bersamaku, bersama diriku, diriku bersama
diriku. Untuk lain waktu, untuk alam
baru. Ini ungkapanku,
Aku ingin lagi memperjuangkan tatapan teduh
yang ia sajikan
Aku ingin lagi memperjuangkan waktu agar kelak
berpihak
Aku ingin lagi memperjuangkan kehampaan kisah ini, hingga akhirnya kehampaan berubah menjadi kesyahduan
```
Jika kelak waktu berpihak, akan aku katakan kepadamu
;
Kasih, maafkan aku yang sudah membuatmu menanti
dan merenungkan mengapa dulu aku sangat membuatmu sakit kepala. Bagai menjelma
menjadi lika-liku yang tidak berujung, aku telah membuatmu menjadi perkara yang
mesti kamu pecahkan.
Kasih, sekarang waktu telah berpihak pada kita,
waktu sudah menjadi milik kita, kita sudah memiliki waktu. Do’a-do’a yang
melebur dengan semesta itu, telah menjaga kisah serta kasih yang senantiasa kita ujarkan, disetiap suara Tuhan berkumandang, disetiap cumbuan kita
kepadaNya, dan disetiap awan menumpahkan air langit. Mustajab.
Adalah kita, ketetapan Tuhan yang teduh tatapannya layak diperjuangkan
Kini,
Aku sudah di dalam dirimu
Kamu sudah di dalam diriku
Inti
```
Bila pun waktu tetap saja belum berpihak kepada kita, mungkin Tuhan sengaja, ingin membiarkan aku dan kamu untuk bernafas
dengan ketabahan, dan boleh jadi untuk bersua dilain waktu, di alam yang baru.
Salam Manis,
Untukmu.
Komentar