Maret, 20.

    Maret, 20.

    Tepat pada tanggal 20 Maret 2021, saya telah kembali membagikan hal yang sudah lama saya simpan. Jujur, sebenarnya saya sangat deg-degan dan disertai banyak pertanyaan yang saya utarakan pada diri sendiri ;

Del, yakin tulisan seperti ini yang akan dibagikan?

Del, yakin akan membagikan tulisan lagi?

Del, kok malah banyak takutnya sih?

Del, yakin?

    Begitulah kiranya beberapa pertanyaan yang saya utarakan pada diri sendiri dan menimbulkan rasa deg-degan. Namun, setelah banyak pertanyaan yang datang, ternyata saya tidak menemukan jawabannya jika saya tidak memulainya. Ya, memulai untuk memilih hal mana yang saya rasa sudah semestinya untuk ada. Hingga akhirnya, saya memilih untuk kembali membagikan hal yang saya rasa sudah semestinya, yang sudah saya rasa selayaknya. Saya merasa bahwa semuanya hanya akan tumbuh menjadi rasa takut atau bahkan berkembang menjadi rasa penyesalan tak berkesudahan jika saya memilih untuk berhenti mencoba. Maka dari itu, saya memilih sepakat ; Ya, aku siap, Del.

    Namanya, SAUDADEKU. Ya, ia adalah tulisan yang telah saya bagikan pada tanggal 20 Maret 2021. Saya sudah memutuskan untuk merelakan mereka (baca : tulisan-tulisan saya) untuk ditemui oleh pembacanya. Perihal bagaimana pertemuannya, saya serahkan kepada Sang Maha.

    Tepat pada tanggal 20 Maret 2021, saya sudah sah untuk membagikan hal yang sudah lama saya simpan. Namun, ada satu hal yang pada tanggal itu tidak saya sadari ; Sapardi Djoko Damono. Ya, Sapardi Djoko Damono, seorang penyair yang telah menjadi panutan saya dalam menulis.

    Tepat pada tanggal 20 Maret 1940 di Surakarta, ia baru saja terlahir. Saya tidak menyadari dan tidak menyangka bahwa tulisan saya akan lahir tepat seperti kelahiran beliau. Jodoh, benak saya. Sungguh, tanda apa ini, Tuhan? Saya harap, apapun itu, apapun yang asalnya dariMu, dapat dipastikan adalah segala hal-hal baik. Semoga.

    SAUDADEKU, sekaligus saya persembahkan kepada Alm. Sapardi Djoko Damono. 19 Juli 2020 lalu, beliau telah menunjukkan ; yang fana adalah waktu,kita abadi.  

    Eyang Sapardi, kehadiran dan ketiadaanmu adalah abadi. Seperti puisimu ;

        pada suatu hari nanti
        jasadku tak akan ada lagi
        tapi dalam bait-bait sajak ini
        kau takkan kurelakan sendiri

    SAUDADEKU, 
    Ini untukmu, Eyang. Sebab jasadmu tak akan ada lagi dan aku tidak rela jika kau sendiri, maka ada bait-bait SAUDADEKU yang bersedia menemani. Meskipun pertemuan yang selalu saya harapkan akhirnya tidak kesampaian, namun kelak di tempat terbaikNya, semoga kita lekas bertemu. Ini tebusanku untukmu, Eyang. Tulisan ini tebusanku untukmu, maaf jika kemarin-kemarin tidak sempat banyak berusaha untuk menulis.

    Al-Fatihah...



    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedikit Ungkapan untuk Tuhan

Satu Kalimat.

Pukul 03:46